Wednesday, November 30, 2011

Oleh-oleh Dari Bangka

Bangka adalah lokasi pertama yang dinyatakan artis Sandra Dewi saat ia di tanya 5 favorit places to go, selain Jepang dan Perancis.
Ada apa di Bangka? Dari segi tempat yang bisa dikunjungi, di Bangka masih banyak pantai-pantai indah yang belum terlalu komersil sehingga tidak kotor karena dikunjungi banyak orang, atau pantai-pantai yang masih natural karena belum tersentuh resort modern. Dari segi kuliner, banyak tempat-tempat yang sudah mendapatkan rekomendasi di sini dan di sana. Oleh-oleh yang bisa dibawa pulang? Banyak juga, sebutlah serangkaian jenis kerupuk, terasi, madu pahit, dan otak-otak.
Oleh-oleh spesial dari Bangka yang akan di bahas disini adalah, salah satu yang dibahas di link artikel di atas, yaitu martabak Acau. Siapa yang tidak kenal martabak? Semua orang Indonesia pasti akrab dengan jenis makanan satu ini, yang sudah mengalami banyak revolusi nama.
Di warung martabak Acau, tersedia martabak asin maupun manis. Martabak asin/ telur yang kita kenal sekarang adalah makanan yang berasal dari India. Jika ingin tahu lebih detil, silahkan googling saja. Karena asal aslinya yang dari India, saya mengira bahwa keahlian Mr. Acau sendiri bukan pada pembuatan martabak asin/ telur. Walaupun beliaulah yang melayani pembeli martabak asin/telur. Dari namanya, kita tahu bahwa beliau orang cina, atau keturunan cina paling tidak. Asal-usul keturunannya yang cina ini lebih dekat dengan martabak manis. Martabak manis yang kita kenal sekarang memiliki nama asli Hok Lo Pan, atau orang Bangka menyebutnya Kue Terang Bulan. Bukan berarti terjemahan dari Hok Lo Pan adalah Kue Terang Bulan. Hok Lo Pan berarti kue orang suku Hok Lo. Sementara Kue Terang Bulan lebih merujuk kepada tampilan kuenya yang berbentuk lingkaran dan berwarna kuning terang. Persis bulan di kala purnama.

Saturday, November 5, 2011

cita-cita kota

Gembel dan pengemis (gepeng) mungkin sudah menjadi keseharian yang menjadi bagian dari aktivitas masyarakat di kota besar. Di Jakarta, mereka nyaris ada di mana-mana. Di perempatan jalan, berkeliling dari satu mobil ke mobil lain di tengah kemacetan, duduk di jembatan penyeberangan, atau menyusuri gerbong demi gerbong kereta rel listrik. Bagaimanapun, Jakarta, si kota sejuta mimpi, tak bisa menghindari kehadiran orang-orang yang berangan-angan bisa merubah nasib, juga tak bisa melawan ketika slum area bertumbuhan sama cepatnya dengan pembangunan mall dan jalan layang.

Ketika bulan Ramadhan tiba, entah dari mana populasi gepeng di hari-hari puasa bertambah. Bukan hanya di tempat-tempat biasa, di bulan Ramadhan konsentrasi keberadaan mereka hingga di halaman masjid-masjid besar dan pemakamam. Bulan ibadah bagi umat muslim itu menjadi momen bagi gepeng untuk menambah penghasilan, terutama di kota besar seperti Jakarta. Penerimaan warga Jakarta terhadap kehadiran mereka pun beragam. Para pengguna jembatan penyeberangan biasanya risih dengan kehadiran mereka di sepanjang jembatan. Begitu pula pengguna jalan raya yang kerap di hampiri ketika berhenti di perempatan lampu merah. Ada pula yang dengan senang hati memberi koin lima ratus atau seribu bahkan memberi tambahan roti dan minuman, sedekah, katanya.